SJ – 2221 mengenai jemaah tabligh

Primary tabs

2 posts / 0 new
Last post
Anonymous (not verified)
SJ – 2221 mengenai jemaah tabligh

assalamualaikum,
saya telah mengikuti jemaah tabligh sejak dua atau tiga tahun yg lalu, saya dapati ia sungguh baik ,tetepi setelah saya menerima bebrapa artikel yg memburukkan jemaah tabligh saya sudah kurang mengikuti nya, sembaahyang jemaah pun saya tidak jaga, tidak seperti ketika mengikuti jemaah tersebut.Sebenarnya saya agak confuse adakah patut saya follow jemaah ini atau berpaling.disini saya hantar satu artikel yg baru saya dapat
____________________________________________________ :bee

Jama'ah Tabligh
Oleh Ustadz Abu Ihsan Manhaj 12/28/2001

--------------------------------------------------------------------------------

Gerakan dakwah yang dibidani oleh Muhammad Ilyas Al-Kandahlawi ini merupakan salah satu gerakan dakwah Tashawwuf yang sudah menyebar ke berbagai negara Islam maupun non Islam . Secara lahir gerakan ini nampak baik , karena banyak orang-orang yang dahulunya berandalan menjadi terbimbing melaksanakan ibadah lewat jamaah ini. Namun akhirnya para Ulama mengetahui kebobrokan aqidah kelompok ini, satu persatu ketahuan bid'ah-bid'ah yang ada dalam gerakan ini. Selain itu, pada dasarnya dakwah ini memang diilhami dari pemahaman tasawwuf atau tarekat. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa mereka adalah Shufiyyah 'Ashriyah (tasawwuf model baru). Gerakan ini berbasis di negara India dan disanalah gerakan ini pertama sekali muncul. Demikian juga di Pakistan dan Bangladesh. Sehingga ketiga negara tersebut (India, Pakistan, dan Bangladesh) merupakan dareah sasaran utama bagi anggota-anggota mereka untuk khuruj. Di Indonesia jama'ah ini sangat berkembang terutama di daerah timur Indonesia.

Makna kalimat tauhid menurut jamaah Tabligh

Jama'ah Tabligh mempunyai kalimat rahasia yang digunakan sebagai asas tegaknya jama'ah mereka yaitu "Segala sesuatu (walaupun merupakan kebenaran) yang bisa menyebabkan orang lari atau berpecah-belah atau berselisih maka harus ditinggalkan dan disingkirkan jauh-jauh"

Oleh karena hal ini maka mereka menafsirkan kalimat tauhid Laa ilaha illa LLah dengan makna Rububiah. Dengan penafsiran beginilah maka kaum muslimin tidak akan berselisih dan berpecah belah. Sebab jika ditafsirkan dengan makna Uluhiah atau Asma' wa Sifat maka hal ini bisa membuat kaum muslimin lari dari mereka, tidak menerima dakwah mereka dan lebih parah lagi anggota-anggota mereka akan bubar. Hal ini dikarenakan anggota-anggota mereka ada yang Mathurudiah, Asya'iroh dan lain sebagainya. (lihat Qutbiah hal-10) Mereka menafsirkan makna Laa ilaha illa LLah bahwasanya hanya Allah yang menciptakan, memberi rezeki, dan makna-makna yang lainnya yang merupakan makna-makna tauhid rububiah. Padahal Kaum musyrikin Arab dulu juga mengakui tauhid ini.

Sehingga didapatkan ada diantara mereka yang menganggap bahwa sahabat nabi tidak mengetahi memahami tauhid. Sebagaimana ada sebuah kisah seorang guru yang merupakan anggota Jama'ah Tabligh sedang mengajar di sebuah madrasah ibtida'iah. Dia mnjelaskan tentang kecintaan kepada khulafaur Rosidin. Lalu sampailah dia pada kisah Umar bin Khatab yang di masa beliau timbul kelaparan dan paceklik. Lalu Umar pun menirim surat kepada amir-amir kota untuk membantu memberi rezeki keepadanya. Sehingga Umarpun menyeleweng dari agama disebabkan pengambilan sebab (yaitu Umar meminta tolong kepada manusia). Kemudian guru tersebut berkata pada murid-muridnya :"Jika diantara kalian ada yang tertimpa kebakaran atau tenggelam maka janganlah dia berteriak dan menyeru manusia (untuk menolongnya), sebab menyeru kepada manusia adalah kesyirikan." Guru tersebut telah menghilangkan "pengambilan sebab" dan telah menganggap Umar tidak memahami tauhid karena telah mengambil sebab yang menurut guru tersebut hal itu adalah kesyirikan. (lihat al-qoul al-baligh hal-47-48)

Syirik dan khurafat yang terdapat dalam kitab "Tablighi Nishab" (Manhaj Jamaah Tabligh).

Didalamnya terdapat :

1. Tawaasul dengan Nabi

2. Berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah

3. Meminta syafaat kepada selain Allah.

4. Berlebih-lebihan terhadap orang shalih.

5. Wihdatulwujud.

6. Hikayat khurafat.

7. Ajaran-ajaran Shufiyah yang sesat.

8. Hadits-hadits Dhoif, Dusta dan Palsu.

Fatwa terakhir Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim Rahimahumallah

Dalam buku yang berjudul Jilaaul Adzhan karangan Ghulam Musthafa Hasan dicantumkan fatwa-fatwa syaikhaini yang isinya adalah dukungan dan rekomendasi bagi gerakan Jamaah Tabligh ini. Namun sangat disayangkan penulis buku tersebut tidak mencantumkan fatwa terakhir dari kedua Syaikh tersebut. Selayaknya ia mencantumkan fatwa syaikh yang memansukhkan (menghapus) fatwa sebelumnya, karena hal itu merupakan tuntutan amanah ilmiyah. Sehingga tidak timbul anggapan bahwa rekomendasi dari syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Ibrahim masih tetap berlaku! Kedua fatwa itu adalah sebagai berikut:

Fatwa terakhir Syaikh Muhammad Bin Ibrahim

Dari Muhammad bin Ibrahim kepada Hadrat Putera Mahkota Kerajaan Al-Amir Khalid bin Su'ud, Ketua Dewan Kerajaan Yang Terhormat.

As-Salamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuhu

Saya telah menerima surat dari yang Mulia nomor 37/4/5 dengan tanggal 21/1/1382H, yaitu permintaan dari Muhammad bin Abdul Hamid dan Syah Ahmad Nurani dan Abdussalam Al-Qadiri dan Su'uud Ahmad Dahlawi kepada Paduka Raja yang Mulia, tentang permintaan bantuan untuk proyek Jam'iyyah mereka yang bernama Kuliyyatud-Dakwah Wat-Tablighil-Islamiyyah demikian pula tentang tiga buah kitab yang disertakan bersama surat mereka. Saya jelaskan kepada yang Mulia bahwa Jam'iyyah ini tidak ada kebaikan padanya sebab ia adalah jam'iyyah bidah lagi sesat. Setelah membaca ketiga buku yang disertakan tersebut kami mendapatkan ketiga kitab itu penuh dengan kesesatan dan bidah dan ajakan kepada penyembahan kuburan dan syirik serta banyak lagi perkara yang tidak bisa didiamkan begitu saja. Oleh karena itu kami akan membantahnya InsyaAllah dan menyingkap kesesatan seta memberantas kebathilannya. Allah pasti menolong Agama-Nya dan meninggikan Kalimat-Nya

As-Salamu 'Alaikum Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh

29/1/1382H

(Adapun surat Syaikh Muhammad bin Ibrahim kepada para ulama di Al-Ahsa' dan Kawasan Timur yang isinya adalah permohonan agar memberikan bantuan kepada Jamaah Tabligh tertanggal 19/5/1373H yaitu 9 tahun sebelumnya.)

Fatwa terakhir Syaikh Bin Baz yang dikeluarkan pada tahun 1416 H

Ada yang bertanya kepada Syaikh sebagai berikut:

Wahai Syaikh yang Mulia, kami sering mendengar tentang Jamaah Tabligh dan dakwah yang mereka sebarkan, Bolehkah saya ikut berkecimpung dalam Jamaah ini ? Saya mohon nasehat dan pengarahan dari Anda semoga Allah membalas Anda dengan Pahala yang besar

Jawab :

Setiap Orang yang menyeru kepada Agama Allah maka ia adalah Muballigh. (Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat). Akan tetapi Jamaah Tabligh dari India yang sudah dikenal ini, terdapat khurafat, bidah dan perbuatan syirik pada mereka. Maka tidak boleh khuruj bersama mereka kecuali seseorang yang memiliki ilmu dengan maksud untuk mengingkari (kemungkaran-kemungkaran mereka) dan memberikan pelajaran kepada mereka. Akan tetapi apabila hanya sekedar khuruj mengikuti mereka maka hal itu tidak boleh , disebabkan khurafat, kesalahan dan minimnya ilmu yang ada pada mereka. Apabila yang khuruj bersama mereka adalah orang alim dan berilmu dalam rangka berdakwah kepada jalan Allah dan memberikan pengarahan dan bimbingan kepada kebaikan serta mengajari mereka sehingga meninggalkan cara mereka yang bahil dan berpegang kepada manhaj ahlu sunnah Wal Jamaah, maka hal itu dibolehkan.(dicuplik dari kaset Ta'qib Samahatusy-Syaikh Abdul-Aziz bin Baz 'Alaa An-Nadwah)

(Sedangkan surat-surat Syaikh Bin Baz yang berisi rekomendasi bagi Jamaah Tabligh dikelurkan pada tahun 1407 H yaitu 9 tahun sebelumnya).

Khurujnya Jama'ah Tabligh

Syaikh al-Allamah Muhammad Nashiruddin al-Albani dalam FATAWA AL-IMARATIAH (hal-30) ditanya tentang Jama'ah Tabligh, beliau memberikan jawaban berikut ini:

Dakwah Jama'ah Tabligh adalah dakwah Sufi masa kini yang tidak berpijak pada kitab Allah dan sunnah Rosul-Nya.

Khuruj (keluar untuk berdakwah) yang mereka lakukan dan mereka tentukan selama 3 hari atau 40 hari tidak pernah menjadi amalan generasi Salaf, dan bahkan tidak pernah pula menjadi amalan generasi Khalaf (kaum mataakhirin). Yang mengherankan, mereka keluar untuk tabligh (menyampaikan dakwah), padahal mereka sendiri mengakui bahwa mereka bukanlah ahlinya untuk tabligh.

Tabligh (menyampaikan dakwah) sepantasnya hanyalah dikerjakan oleh orang-orang yang berilmu, seperti halnya pernah dilakukan oleh Rosulullah ketika mengutus delegasinya yang terdiri dari para shahabat yang alim untuk mengajarkan Islam kepada ummat. Misalnya beliau mengutus Ali bin Abi Tholib seorang diri, mengutus Mu'adz bin Jabal seorang diri (untuk menyampaikan dakwah kepada ummat) dan tidak pernah mengutus serombongan shahabat lain untuk menyertai individu-individu utusan Rosul tersebut. Sekalipun mereka adalah juga shahabat-shahabat Rosul, namun ilmunya tidak dapat menyamai individu-individu para shahabat yang diutus beliau.

Karena itulah, kami menasehati agar mereka (orang-orang Jama'ah Tabligh) mau belajar dan memperdalam pemahaman mereka tentang agama. Kemudian, dalam kepergiannya ke negeri kafir untuk berdakwah, sesungguhnya mereka menghadapi fitnah yang jelas sekali, padahal tidak mereka memahami bahasa orang-orang kafir tersebut. Di sisi lain , tidak jarang mereka berdalil dengan perkataan :" Lihatlah para sahabat,......mereka ada yang Mekah dan ada pula yang berasal dari Madinah, namun kuburan-kuburan mereka ada yang di negeri Bukhara dan ada yang di negeri Samarkand". (Jika demikian dalil mereka), maka jawabannya adalah betapa inginnya kita seandainya bisa keluar (khuruj) sebagaimana para shahabat dulu telah keluar (khuruj). Mereka keluar untuk berjihad dalam peperangan. Artinya, analogi (pengkiasan) orang-orang Jema'ah Tabligh diatas adalah analogi yang tidak pada tempatnya. Kita tidak mengingkari amar ma'ruf nahi mungkar, tetapi kita mengingkari tanzhim (pengorganisasian dakwah) yang bernama Jama'ah Tabligh ini.

Sesungguhnya ada salah seorang tokoh Jama'ah Tabligh menyusun sebuah risalah. Ketika sampai pada penjelasan kalimat Laa ilaha illa LLah, ia menafsirkannya dengan penafsiran "Tidak ada yang disembah kecuali Allah..". Bagaimana mungkin tidak ada yang disembah selain Allah, padahal berhala-berhala yang disembah (selain Allah) jumlahnya banyak sekali. Para ulama menafsirkan kalimat tersebut dengan :"Tidak ada yang disembah dengan benar selain Allah". Kalau yang disembah secara tidak benar, (maka jumlahnya banyak ). Lata disembah, Uzza disembah, Manat disembah, Api disembah dan seterusnya..."

Re: SJ – 2219 mengenai jemaah tabligh

:salam

Alhamdulillah, inilah jawapannya,
Sebahagian ulama semasa tidak bersetuju dengan jamaah tabligh (JT). Antaranya ialah sebagaimana e-mail yang telah sdra penanya lampirkan.

Namun sebahagian dari ulama lain memandangnya sebagai tidak mengapa dengan beberapa perincian. Seperti Syeikh Abul hasan Ali an-Nadawi pernah menjadi salah seorang pendokong JT. Namun saya tidak tahu apa pendiriannya terhadap JT menjelang akhir hayatnya.

Saya telah membaca banyak pandangan ulama dan perselisihan di kalangan mereka mengenai JT. Dan, saya lebih cenderung utk memandang JT dengan pandangan yang baik.

Saya telah mengemukakan pandangan peribadi saya di link berikut:
http://al-ahkam.com.my/soaljawab/soaljawab185.htm

Saya menganggap methode yg digunakan oleh JT merupakan salah satu dari pelbagai methode dakwah. Namun ia bukanlah satu2nya methode yg ada.

JT merupakan salah sebuah gerakan dakwah yg telah begitu banyak menyumbangkan ke arah menaikkan syiar Islam di dunia. JT telah berjasa memberi kesedaran dan membawa saudara2 muslim kita yg telah tersesat kembali ke pangkal jalan. Jumlahnya sudah tentu tidak terhitung.

Pada link berikut pula, saya telah nukilkan fatwa dari syeikh Abdul Aziz bin Baz ttg JT:
http://al-ahkam.com.my/forum/showflat.php?Cat=&Board=UBB8&Number=4844

Kepada sdra penanya, saya secara peribadi juga menggalakkan agar sdra aktif semula mengikuti JT dengan keluar mengikut garis panduan yg ditetapkan oleh jamaah berkenaan. Di samping itu ada beberapa kemestian yg sdra mesti pelihara:
1. Tidak bersikap fanatik kepada jamaah berkenaan, sehingga menafikan sumbangan dan peranan jamaah2 dakwah lainnya terhadap Islam. Atau sehingga menganggap jamaah itulah satu2nya methode dakwah yg benar.

2. Memperdalam ilmu2 syariat supaya amalan yg begitu banyak sdra kerjakan lebih bererti dan bernilai lagi. Hanya ilmu yg dapat memandu kita ke arah kebenaran. Dan ilmu jugalah yg akan menjadi benteng memelihara iman.

:wassalam