Fatwa Syeikh al-Syarbashi: Wudhuk Orang Yang Sentiasa Keluar Kencing Terus-menerus

Primary tabs

WUDHUK ORANG YANG UZUR

 

Soal: Setelah kencing, saya melakukan istinjak dengan cara yang paling baik. Setelah itu, saya merasa ada cairan lagi dari diri saya, dan begitu seterusnya. Saya telah berusaha untuk mengubati penyakit yang saya derita ini, namun belum terlihat hasilnya. Dalam hal ini, apa yang perlu saya lakukan dalam wudhuk dan salat?

 

Jawab: Kebanyakan fukaha mengatakan bahwa apabila seseorang terkena penyakit kencing yang terus-menerus, dan air kencing tersebut keluar terus-menerus tanpa henti, maka orang tersebut dianggap sebagai orang yang mempunyai uzur (halangan yang di­maafkan). Ini tidak berbeza dengan seorang wanita yang meng­alami istihadhah, di mana dia mempunyai keadaan seperti seorang yang kencing secara terus-menerus. Demikian juga halnya dengan orang yang senantiasa keluar darah dari hidung secara terus-menerus atau orang yang senantiasa kentut secara terus­-menerus.

 

Mereka yang disebutkan di atas, dan orang-orang yang seperti mereka, adalah orang-orang yang mempunyai uzur. Bagi mereka, ketentuan-ketentuan agama dimudahkan, dan mereka mendapat keringanan di dalam menjaga keadaan mereka. Bagi mereka, keluarnya sesuatu yang telah disebutkan itu tidak membatalkan wudhuk.

 

Adapun cara yang dapat dilakukan oleh saudara yang bertanya di dalam berwudhuk ialah: Pertama-tama, dia kencing. Setelah itu dia melakukan istinja (bersuci) dengan baik, dan kemudian berwudhuk untuk setiap waktu salat. Dengan wudhuk tersebut dia boleh mengerjakan salat apa saja yang diinginkan, baik salat wajib maupun salat sunah, hingga berakhirnya waktu salat fardu dan masuk ke waktu salat fardu berikutnya.

 

Jika dia telah memasuki waktu salat fardu berikutnya maka dia perlu memperbaharui wudhuknya, dan me­ngerjakan salat apa saja yang dia kehendaki, samada salat wajib mau­pun salat sunah, hingga berakhirnya waktu salat fardu tersebut dan masuk ke waktu salat fardu berikutnya lagi. Demikianlah seterusnya, kecuali apabila wudhuknya batal karena sesuatu yang lain yang bukan termasuk uzur.

 

Para fukaha berkata demikian atas dasar hadis yang diriwayat­kan oleh Siti Aisyah ra. Hadis tersebut mengatakan, seorang Muslimah yang hidup pada masa Rasulullah saw—yang bernama Fathimah binti Hubaisy—datang kepada Rasulullah saw dan berkata, "Ya Rasulullah, aku adalah seorang wanita yang senantiasa mengalami istihadah dan tidak pernah suci (maksudnya, sentiasa keluar darah). Apakah karena itu aku perlu meninggalkan salat?" Rasulullah saw menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya itu hanya merupakan cairan keringat, dan bukan darah haid. Jika engkau mendapatkan haid (iaitu yang sesuai dengan kebiasaannya) maka tinggalkanlah salat olehmu. Jika darah haid itu telah berhenti maka mandilah, dan kemudian salatlah. Selanjutnya untuk setiap salat engkau harus berwudhuk, hingga masuk waktu salat berikutnya."

 

Disyaratkan bahwa uzur tersebut harus bersifat terus-menerus. Jika uzur tersebut terputus-putus atau terhenti, dan terdapat cukup waktu untuk melaksanalan wudhuk dan salat yang normal, maka orang tersebut harus mengikuti keadaan normal di dalam mengerjakan wudhuk dan salat.

 

Dianjurkan bagi seseorang yang mempunyai uzur, di dalam mengerjakan pekerjaan di atas (wudhuk dan salat), agar seboleh/semampu mungkin menahan dirinya supaya tidak terus-terusan kencing.

 

Wallahu a 'lam!

 Petikan: Yas'alunaka - Tanya Jawab Lengkap Tentang Agama Dan Kehidupan, Dr Ahmad asy-Syarbashi, Penerbit Lentera